Menuju Puncak

Aku di sini nggak pengen review Gunung Prau. Kalian bisa cari itu di mana aja, tapi nggak di sini.

Aku mau cerita tentang uap yang silam, yang kemarin datang menghujani ambang ingatanku.

Sejak pertama kali mendaki gunung di tahun 2014, baru 11 tahun kemudian sewaktu mendaki Prau aku menyadari: aku gak suka muncak! Muncak dalam arti betul-betul sampai ujung tertinggi sebuah gunung.

Merbabu memang gunung pertama yang aku daki, tetapi ia bukan puncak gunung pertamaku. Meski sudah berkali-kali nanjak Merbabu, aku nggak pernah sampai puncaknya hingga sekarang.

Kenapa? Karena begitu tenda berdiri, matras dan sleeping bag menghampar, tak lupa kompor menyala, maka puncak bagiku bukanlah satu titik di ujung jalur. Ternyata, puncakku ada di setiap momen camping.

Puncak itu menyala mulai dari mendirikan tenda, masak hidangan hangat, lalu menyalakan api unggun bila memungkinkan. Dilanjut baring bersama di bawah langit malam dan parade bintang jatuh, sebagian gelayutan di atas hammock, menghabiskan cerita, musik, dan asap bersama lingkaran terkecil orang-orang yang layak untuk menerima cintaku.

Bila hujan, kami berpindah ke balik tenda, bercerita di bawah remang senter, hingga remang jadi gelap. Dan gelap melahirkan sunyi.

Aku yang biasa terjaga sedikit lebih lama, memilih berdenyut dengan sunyi. Padanya aku ‘kan meletakkan segala keinginan. Dari situ akan terang: mana keinginanku, mana keinginan orang lain, dan mana keinginan orang lain yang menyamar jadi ‘keinginanku’.

Dan… sunyi mulai mengembun saat pagi datang.

Kemarin saat tiba di pos Sunrise Camp Gunung Prau, pas matahari terbit juga, menetes rasa iri daripadaku ketika melihat ada tenda berdiri sendirian. Ia menyepi di sisi timur punggung sabana.

Terbayang, seandainya aku yang camping di sana, mungkin tubuhku lebih lega, lebih puncak, LEBIH SUNYI. Gak perlu ikut arus (kecuali arus sungai dalam hatiku), dan cukup jadi titik kecil yang sentiasa mendengar setiap suku bunyi denyut kehendakku sendiri.

Dan kehendakku jelas: aku gak suka muncak, tapi aku tetap suka nanjak. Aku hanya gak merasa perlu menaklukkan puncak untuk merasa hidup. Mau puncak gunung kek. Puncak kesuksesan kek. Puncak karir kek. Dan segala puncak yang didefinisikan orang lain.

Silakan! kalau pemirsa sekalian mau melanjutkan perjalanan menuju puncak. Aku mau tidur di bawah pohon~~~