rindu ini kencur
tapi berpasak jagur
ingin segera dilebur
di mana serdadu ombak mendebur
aku tak melantur
ini bisingnya jujur
aku ditekuk penat, nyaris ajur
gegara tak kunjung tamasya ke pantai
dan di bawah janur siang, kita tertidur
2015
Mari, berlindap di sini saja
Arya Adikristya | 2023
Diterbitkan
rindu ini kencur
tapi berpasak jagur
ingin segera dilebur
di mana serdadu ombak mendebur
aku tak melantur
ini bisingnya jujur
aku ditekuk penat, nyaris ajur
gegara tak kunjung tamasya ke pantai
dan di bawah janur siang, kita tertidur
2015
Diterbitkan
Kesombongan datangnya seperti maling.
Kerap luput dari sorot mata
yang menancap di bawah kening.
Ia biasa singgah di mahligai manusia,
yang merasa sudah setinggi Babel,
sedalam hati perempuan,
seluas sabana Merbabu.
Ia lihai menyusup lewat jendela kamar,
sewaktu malam dan manusia lelap.
Ia mengincar nikmat,
dan sekejap membuatnya pahit pekat
tanpa khidmat
Manusia kerap lupa,
namun kesombongan selalu ingat kita.
Bibit mengagungkan diri,
tak lain,
ditebar manusianya sendiri.
Ia tumbuh mandiri
dan menggerogoti,
ketika manusia merasa dirinya lebih waras.
Lebih dermawan.
Lebih disegani orang.
Gejalanya tak kentara,
tak berbau.
Lepas dari sadar tataran beranda.
Wujud kesombongan ialah aku.
Aku yang merasa sedang tidak sombong,
ternyata tengah digaruk dagu tinggi —
membacok diri sendiri.
Salatiga, 2015
Diterbitkan
/1/
jangan menyembunyikan sesuatu yang sunyi
yang jatinya berbunyi tapi sengaja ditutup-tutupi
/2/
janganlah kau menyembunyikan bebunyian hati
sekalipun itu sunyi dan tak berbunyi
/3/
jangan juga menghampakan keadaan
atau mengada-ada dalam kehampaan
/4/
semua mestinya tahu bahwa kehampaan di jagat raya sekalipun tak pernah benar-benar hampa
di jagat raya melayang gelombang ribuan rupa
/5/
meski jagat raya dan gelombangnya begitu sunyi, tak berbunyi, dan seolah hampa
ia tak pernah dapat disembunyikan
/6/
justru kesunyian dan kehampaan jagat raya adalah kenyataan yang dapat ditangkap
karena ia tak pernah jauh
/7/
itu perkara mudah
karena kaulah jagat raya dan jagat raya itu ialah kau
/8/
begitu juga yang sunyi dan nyata dalam dirimu
mana mungkin kamu bisa menyembunyikan dan mengingkarinya?
/9/
dan juga mana mungkin kamu mengadakan yang hampa dan nyata dalammu?
itu namanya mengada-ada
2015
Diterbitkan
/1/
Jujur itu tidak susah.
Kalau jujur itu susah, berarti masih mengada-ada.
Pura-pura.
/2/
KPK bilang jujur itu hebat.
Padahal apa hebatnya?
Kalau jujurnya pamrih, berarti masih pura-pura.
/3/
Jujur tak mengurus kadar kesalehan.
Kalau jujur, ya jujur saja.
Menghubungkan kesalehan dengan kejujuran, sama saja mengada-ada.
/4/
Jujur juga tidak hancur.
Kalau jujur sama dengan hancur, berarti kesadaranmu melacur.
Ditukar pikiran yang ngelantur.
2015
Diterbitkan
Malam Selasa.
Kuambil hape dari saku.
Ada ratusan nama.
Aku cuma menuju namamu.
Menekan tuts.
Membentuk serangkaian kata.
Hapus lagi.
Ketik lagi.
Yang satu ini mantap.
Kutawari: “Mau kopi atau susu?”
“Apa saja, asal masih di Salatiga,” katamu.
…
…
…
Malam Rabu.
Dirimu.
Bersedia.
Dari kos.
Ke kampus.
Jalan kaki.
Aku berdecak kagum.
Kita.
Ambil langkah menuju motor, yang kupinjam dari seorang kawan.
Kita lenggang bersama.
…
…
…
Kita.
Perut kerucukan.
Memesan.
Lalu makan.
Tomyam Ayam.
Punyamu, aku lupa.
Pedas.
Buat makanmu lamanya tak keruan.
Memesan.
Air putih.
Punyamu, aku ingat: Es teh.
Dirimu.
Minum saja, juga lama.
Belum tuntas pula.
Dirimu.
Camil.
Perkedel.
Kunyah.
Telan.
Teguk.
Es teh.
Sedotanmu membunyikan seruput.
Minummu lama sekali.
…
…
…
Motor.
Jaket.
Helm.
Kita ditusuk dinginnya Grogol.
Menuju sebuah kedai yang murup atas nama susu sapi.
Parkir.
Memesan.
Susu coklat.
Susu putih.
Hangat.
Kita.
Seruput.
Pelan.
Sama-sama.
Kita sama-sama lama.
Lama-lama menciptakan kekinian bersama.
Pecah guyon.
Basa-basi yang ternyata tidak basi — jika diingat-ingat lagi.
Tengok penunjuk waktu di hape.
Pukul sepuluh malam kurang.
Kita pulang.
…
…
…
Motor.
Jaket.
Helm.
Tiba.
Kosmu.
Singgah? Tidak dulu.
Kita.
Saling melambaikan kaki.
Ini bukan kiasan.
Benar-benar melambaikan kaki.
Konyol.
Di tumit kaki ditaruh asa agar jumpa di lain hari.
…
…
…
Motor.
Jaket.
Helm.
Aku.
Langsung pulang.
Malam itu berakhir di ujung pesan hapeku.
Dari sana tersiar kabar bahwa kita saling menikmati kencan itu.
Oktober 2014
Catatan: Puisi ini masuk ke dalam antologi puisi Kitab Cinta, sayembara puisi yang diselenggarakan Teater KiTA Pekalongan pada 2015.
Diterbitkan
Cengkerik yang nyaring
Aku merasa ada yang hilang
Pantasan bising
Aku menyayangimu, siapa berani bilang?
Selain aku,
selain aku.
Aku.
Aku.
A-K-U.
Aku.
Aku.
Aku.
Aku.
Aku.
Aku!
Aku!
Aku?
Aku?
Aku?
Aku?
Aku…
Aku.
Aku?
Akui saja!
Oktober 2014
Diterbitkan
kita hidup di atas batu besar
dengan kaki yang berlumur lumpur
disirami matahari panas tanggung
ditemani lagu ceruk dan derai angin
Harum sawah setubuhi
kita masih duduk beberapa jeda
tanpa takut dirajam rinai
yang mulai tiba
Muncul, 9 Agustus 2014
Diterbitkan
Gereja pada Minggu pagi
Pembunuh imaji!
Sekuat-kuatnya uratku,
aku dan kartun-kartun itu
‘kan tersapu tangan dan omelan Ibu.
Lain dulu, lain kini.
Kartun-kartun itu kini merajai
mimbar pendeta dan kursi jemaat.
Sungguh lucu hidup ini!
2014