A

Mari, berlindap di sini saja

  • Mantai

    Diterbitkan

    rindu ini kencur
    tapi berpasak jagur
    ingin segera dilebur
    di mana serdadu ombak mendebur

    aku tak melantur
    ini bisingnya jujur
    aku ditekuk penat, nyaris ajur
    gegara tak kunjung tamasya ke pantai
    dan di bawah janur siang, kita tertidur

    2015

  • Tengok Dagu, Pada Suatu Siang

    Diterbitkan

    Kesombongan datangnya seperti maling.
    Kerap luput dari sorot mata
    yang menancap di bawah kening.
    Ia biasa singgah di mahligai manusia,
    yang merasa sudah setinggi Babel,
    sedalam hati perempuan,
    seluas sabana Merbabu.

    Ia lihai menyusup lewat jendela kamar,
    sewaktu malam dan manusia lelap.
    Ia mengincar nikmat,
    dan sekejap membuatnya pahit pekat
    tanpa khidmat

    Manusia kerap lupa,
    namun kesombongan selalu ingat kita.
    Bibit mengagungkan diri,
    tak lain,
    ditebar manusianya sendiri.

    Ia tumbuh mandiri
    dan menggerogoti,
    ketika manusia merasa dirinya lebih waras.
    Lebih dermawan.
    Lebih disegani orang.
    Gejalanya tak kentara,
    tak berbau.
    Lepas dari sadar tataran beranda.

    Wujud kesombongan ialah aku.
    Aku yang merasa sedang tidak sombong,
    ternyata tengah digaruk dagu tinggi —
    membacok diri sendiri.

    Salatiga, 2015

  • Kuncen

    Diterbitkan

    /1/
    jangan menyembunyikan sesuatu yang sunyi
    yang jatinya berbunyi tapi sengaja ditutup-tutupi

    /2/
    janganlah kau menyembunyikan bebunyian hati
    sekalipun itu sunyi dan tak berbunyi

    /3/
    jangan juga menghampakan keadaan
    atau mengada-ada dalam kehampaan

    /4/
    semua mestinya tahu bahwa kehampaan di jagat raya sekalipun tak pernah benar-benar hampa
    di jagat raya melayang gelombang ribuan rupa

    /5/
    meski jagat raya dan gelombangnya begitu sunyi, tak berbunyi, dan seolah hampa
    ia tak pernah dapat disembunyikan

    /6/
    justru kesunyian dan kehampaan jagat raya adalah kenyataan yang dapat ditangkap
    karena ia tak pernah jauh

    /7/
    itu perkara mudah
    karena kaulah jagat raya dan jagat raya itu ialah kau

    /8/
    begitu juga yang sunyi dan nyata dalam dirimu
    mana mungkin kamu bisa menyembunyikan dan mengingkarinya?

    /9/
    dan juga mana mungkin kamu mengadakan yang hampa dan nyata dalammu?
    itu namanya mengada-ada

    2015

  • Pelacur

    Diterbitkan

    /1/
     Jujur itu tidak susah.
     Kalau jujur itu susah, berarti masih mengada-ada.
     Pura-pura.

    /2/
     KPK bilang jujur itu hebat.
     Padahal apa hebatnya?
     Kalau jujurnya pamrih, berarti masih pura-pura.

    /3/
     Jujur tak mengurus kadar kesalehan.
     Kalau jujur, ya jujur saja.
     Menghubungkan kesalehan dengan kejujuran, sama saja mengada-ada.

    /4/
     Jujur juga tidak hancur.
     Kalau jujur sama dengan hancur, berarti kesadaranmu melacur.
     Ditukar pikiran yang ngelantur.

    2015

  • Kencan

    Diterbitkan

    Malam Selasa.
    Kuambil hape dari saku.
    Ada ratusan nama.
    Aku cuma menuju namamu.
    Menekan tuts.
    Membentuk serangkaian kata.
    Hapus lagi.
    Ketik lagi.
    Yang satu ini mantap.
    Kutawari: “Mau kopi atau susu?”
    “Apa saja, asal masih di Salatiga,” katamu.



    Malam Rabu.
    Dirimu.
    Bersedia.
    Dari kos.
    Ke kampus.
    Jalan kaki.
    Aku berdecak kagum.
    Kita.
    Ambil langkah menuju motor, yang kupinjam dari seorang kawan.
    Kita lenggang bersama.



    Kita.
    Perut kerucukan.
    Memesan.
    Lalu makan.
    Tomyam Ayam.
    Punyamu, aku lupa.
    Pedas.
    Buat makanmu lamanya tak keruan.
    Memesan.
    Air putih.
    Punyamu, aku ingat: Es teh.
    Dirimu.
    Minum saja, juga lama.
    Belum tuntas pula.
    Dirimu.
    Camil.
    Perkedel.
    Kunyah.
    Telan.
    Teguk.
    Es teh.
    Sedotanmu membunyikan seruput.
    Minummu lama sekali.



    Motor.
    Jaket.
    Helm.
    Kita ditusuk dinginnya Grogol.
    Menuju sebuah kedai yang murup atas nama susu sapi.
    Parkir.
    Memesan.
    Susu coklat.
    Susu putih.
    Hangat.
    Kita.
    Seruput.
    Pelan.
    Sama-sama.
    Kita sama-sama lama.
    Lama-lama menciptakan kekinian bersama.
    Pecah guyon.
    Basa-basi yang ternyata tidak basi — jika diingat-ingat lagi.
    Tengok penunjuk waktu di hape.
    Pukul sepuluh malam kurang.
    Kita pulang.



    Motor.
    Jaket.
    Helm.
    Tiba.
    Kosmu.
    Singgah? Tidak dulu.
    Kita.
    Saling melambaikan kaki.
    Ini bukan kiasan.
    Benar-benar melambaikan kaki.
    Konyol.
    Di tumit kaki ditaruh asa agar jumpa di lain hari.



    Motor.
    Jaket.
    Helm.
    Aku.
    Langsung pulang.
    Malam itu berakhir di ujung pesan hapeku.
    Dari sana tersiar kabar bahwa kita saling menikmati kencan itu.

    Oktober 2014

    Catatan: Puisi ini masuk ke dalam antologi puisi Kitab Cinta, sayembara puisi yang diselenggarakan Teater KiTA Pekalongan pada 2015.

  • Siapa Berani Bilang?

    Diterbitkan

    Cengkerik yang nyaring
    Aku merasa ada yang hilang
    Pantasan bising
    Aku menyayangimu, siapa berani bilang?
    Selain aku,
    selain aku.
    Aku.
    Aku.
    A-K-U.
    Aku.
    Aku.
    Aku.
    Aku.
    Aku.
    Aku!
    Aku!
    Aku?
    Aku?
    Aku?
    Aku?
    Aku…
    Aku.
    Aku?
    Akui saja!

    Oktober 2014

  • Yang paling jiwa sore ini

    Diterbitkan

    kita hidup di atas batu besar
    dengan kaki yang berlumur lumpur
    disirami matahari panas tanggung
    ditemani lagu ceruk dan derai angin

    Harum sawah setubuhi
    kita masih duduk beberapa jeda
    tanpa takut dirajam rinai
    yang mulai tiba

    Muncul, 9 Agustus 2014

  • Gereja Pada Minggu Pagi

    Diterbitkan

    Gereja pada Minggu pagi
    Pembunuh imaji!
    Sekuat-kuatnya uratku,
    aku dan kartun-kartun itu
    ‘kan tersapu tangan dan omelan Ibu.
    Lain dulu, lain kini.
    Kartun-kartun itu kini merajai
    mimbar pendeta dan kursi jemaat.
    Sungguh lucu hidup ini!

    2014